Sabtu, 07 Juni 2008

Andakah Si Pemimpin Karbitan Itu?

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Pemimpin karbitan! Anda boleh menggunakan kalimat itu untuk menumpahkan kekesalan pada orang-orang yang anda anggap tidak layak diposisinya sekarang. Tenang saja, tidak hanya anda yang menggunakan sumpah serapah itu. Banyak. Entah diucapkan secara langsung. Atau hanya sekedar gerundelan dalam hati belaka. Kita melakukannya ketika melihat orang yang lebih muda melesat naik mendahului kita. Juga ketika melihat seseorang yang dianggap tidak becus melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan yang diembannya; kita kemudian - dalam hati - berbisik, ’itulah jadinya kalau pemimpin karbitan yang dipilih’. Tetapi, bagaimana jika yang terpilih sebagai si pemimpin karbitan itu adalah kita sendiri? Apakah kita punya cukup keberanian untuk mengatakan kepada diri sendiri – akulah si pemimpin karbitan itu?

Masa kecil saya dijalani didaerah pertanian. Selama masa itu pula saya dekat dengan beragam macam tanaman, tetumbuhan, dan sayur-sayuran. Yang selalu ada nyaris sepanjang tahun adalah buah tomat. Ayah saya menanamnya dalam jumlah yang cukup banyak. Jika anda penyuka tomat dan membeli tomat matang dipasar atau toko swalayan, maka ketahuilah bahwa; tomat matang yang anda beli itu tidak matang dipohonnya. Sebab, tomat yang matang dipohon tidak akan bisa bertahan lama-lama ditempat penyimpanan. Pasti dia akan penyok dalam satu atau dua hari kemudian. Dia segera menjadi tomat bonyok. Jadi, mengirimkan tomat matang langsung dari kebun ke pasar adalah tindakan yang tidak cukup cerdas untuk dilakukan. Kalau begitu, tomat matang yang anda beli itu apa? Itu adalah tomat yang dipetik dari pohonnya dalam keadaan mentah. Masih keras. Dan berkulit buah warna hijau. Bukan merah seperti yang anda lihat sekarang. Lalu, untuk menjadikannya matang; tomat itu diperam. Biasanya, dalam proses memeram digunakan karbit. Itulah kenapa kita suka sekali mengatakan; ’matang karbitan’! Seperti kepada para pemimpin itu. Tidak ada yang perlu dipusingkan, bukan?

Jika seseorang menghardik dan mencap saya sebagai seorang pemimpin karbitan – nanti kalau saya berkesempatan menjadi pemimpin – maka saya akan mengatakan kepada orang itu: ”Terimakasih. Saya tersanjung karenanya....” Mengapa saya harus tersanjung? Bukankah harusnya saya tersinggung? Saya tahu, biasanya orang marah kalau disebut pemimpin karbitan. Saya ini juga pemarah, tapi tidak mau marah gara-gara sebutan itu. Mengapa demikian? Ada dua hal. Pertama, tidak ada dimuka bumi ini satu orang pun manusia yang langsung berhasil menjadi pemimpin hebat. Sebut saja siapa. Semua pemimpin hebat itu adalah mereka yang sebelumnya bukan pemimpin kemudian menjalani proses penggemblengan yang luar biasa. Persis seperti buah tomat mentah yang diperam menggunakan karbit. Semua pemimpin besar yang kepemimpinannya lestari, pasti dikarbit terlebih dahulu.

Tahukah anda bagaimana rasanya berada dalam tempat pemeraman bersama dengan batu karbit? Saya tahu. Sebab, dimasa kecil saya sering masuk kedalam tempat pemeraman. Rasanya panas. Bau tidak karuan. Gatal. Bikin sesak nafas. Dan jika kebetulan saja ada percikan api yang melintas; anda bisa membayangkan bagaimana jadinya. Tapi, jika tidak demikian, maka buah tomat kepemimpinan anda yang masih hijau itu tidak akan pernah menjadi matang. Itu yang pertama.

Kedua. Saya tersanjung, sebab jika saya harus terlebih dahulu matang sebelum mulai memimpin; maka sesungguhnya dengan segera saya akan menjadi pemimpin bonyok. Kalau saya berkesempatan untuk menjadi pemimpin ketika saya masih hijau, maka itulah saat terbaik untuk memulainya. Saat itu, saya berkesempatan menjalani semua kesulitan dalam proses memimpin. Diserang dan digoyang orang-orang. Diumpat didepan dan digunjing dibelakang. Diteriaki sebagai si pemimpin karbitan. Semua itu akan menjadi karbitnya yang pertama. Kritikan dari orang-orang yang tidak suka dan caci maki dari mereka yang iri menjadi karbit yang kedua. Sedangkan kesempatan untuk melakukan beragam eksperimen, belajar dari kesalahan, dan memupuk pengalaman adalah karbit ketiga. Dan semuanya itu; menjadikan tingkat kematangan kepemimpinan kita semakin menjulang tinggi.

Jadi, kita tidak usah marah kan, kalau digelari sebagai pemimpin karbitan? Tapi hey, tunggu dulu. Saya tidak bermaksud mengatakan kepada anda; jadilah tomat mentah dan harapkan seseorang mengkarbitmu dilubang pemeraman. Saya tidak bermaksud demikian. Memang sih, banyak orang yang mencela para pemimpin yang dianggap karbitan. Tapi, dalam hati, mereka juga tidak keberatan untuk dikarbit jadi pemimpin. Siapa sih yang tidak tergiur fasilitas yang diberikan kepada seseorang yang menduduki posisi pimpinan? Prinsipnya; daripada lawan gue yang dikarbit, ya mendingan gue dong? Perkara gue ini juga pemimpin karbitan; peduli malaikat!

Jujur saja, banyak orang yang mengharapkan untuk dipromosikan. Kalau dipromosikan, biasanya identik dengan jabatan yang lebih tinggi dong, ya kan? Ya, lumayanlah; jadi pemimpin kecil-kecilan. Salahkah jika kita memiliki keinginan macam itu? Tidak salah sih... Tapi kan sebenarnya kalau jujur kita katakan kepada diri sendiri; kita ini tidak hebat-hebat amat. Jujur saja, seringkali ambisi kita lebih besar daripada kualitas diri kita sendiri. Bagus jika anda tidak setuju dengan saya; sehingga saya menjadi lebih tenang karena kita punya orang-orang yang beneran hebat seperti anda. Tapi jika anda tidak demikian, ijinkan saya meneruskan pembicaraan ini.

Saya mengatakan bahwa pemimpin hebat itu memang lahir dari proses pengkarbitan. Bukan dimatangkan dulu baru didudukkan menjadi pemimpin. Tetapi, jangan sembarangan menggunakan perkataan saya untuk melegalisasikan ambisi-ambisi anda. Mengapa demikian? Sebab ternyata; tidak semua tomat mentah bisa dikarbit menjadi matang. Saya ulangi kata-kata saya; tidak semua tomat mentah bisa dikarbit menjadi matang.

Ayah saya, seorang guru SD dan petani yang hebat. Dia mengatakan: Dadang, jangan dipetik buah tomat itu! Ketika itu tangan saya menyelosor untuk memetik buah tomat yang masih hijau. ”Kenapa?” saya balik bertanya. ”Belum waktunya,” begitu ayah saya bilang. ”Lho, bukankah buah tomat ini bisa diperam?” sanggah saya. ”Baiklah, kalau begitu,” balasnya. ”Ambillah, dan peramlah.” saya menang. Saya memetiknya. Dan kemudian memeramnya.

Tiga hari kemudian, saya membongkar pemeraman. Dan saya menemukan tomat itu; membusuk. Tahukah anda mengapa? Benar, karena tomat itu dipetik terlampau dini. Belum saatnya bagi tomat itu untuk diperam. Sehingga bukannya dia menjadi matang; melainkan membusuk ditempat pemeraman. Untuk bisa berhasil diperam, buah tomat harus memiliki standar kondisi tertentu. Jika tidak, dia akan membusuk.

Manusia juga begitu. Boleh saja sekarang anda percaya bahwa proses pengkarbitan bisa menjadikan anda pemimpin yang hebat. Tetapi, sebelum memasuki proses pengkarbitan itu; anda harus mencapai tarap kualitas diri tertentu terlebih dahulu. Sebab, jika anda masih hijau sehijau-hijaunya, maka proses pengkarbitan itu justru akan sangat membahayakan diri anda sendiri. Anda akan membusuk seperti tomat hijau tadi.

Mari kita lihat sekali lagi disini tentang dua hal. Satu. Kita tidak perlu lagi menyalahartikan proses pengkarbitan jiwa kepemimpinan seseorang. Apakah itu orang lain, ataupun diri kita sendiri. Memang kita harus mengkarbitnya. Karbitlah jiwa kepemimpinan itu hingga matang. Dan biarkan suara-suara miring melintas dibawa angin hingga menghilang. Sebab, jika anda berhasil menjalani proses pengkarbitan kepemimpinan itu; cepat atau lambat, mereka yang mengkritik anda akan mengerti juga pada akhirnya. Mereka akan berbalik menghormati anda. Karena, dengan kematangan yang anda miliki setelah menjalani proses pengkarbitan itu; anda menjadi pemimpin yang hebat bagi mereka.

Dua. Untuk bisa matang dalam proses pengkarbitan; kita harus mempunyai modal dasar yang benar-benar kuat dan baik. Sikap kita. Perilaku kita. Kemampuan intelektual kita. Kemampuan konseptual kita. Kemampuan operasional kita. Semuanya. Itulah prasyarat bagi kita untuk bisa matang setelah dikarbit. Dan jadilah kita; pemimpin masa depan yang tangguh dan dapat diandalkan. Pemimpin yang memancarkan kemilau indah warna kepemimpinan kita yang menggemaskan. Sehingga setiap orang ingin merasakan nikmatnya berada dibawah kepemimpinan kita.

Hey, tapi kan sekarang kita belum memasuki masa pengkarbitan itu. Biar saja. Cepat atau lambat, kita akan sampai kepada proses itu. Selama kita terus-menerus meningkatkan kualitas diri kita hingga mencapai standard yang diperlukan untuk menjadikan diri kita layak mendapatkan kesempatan itu. Setelah itu; bersiap siagalah. Anda akan dikarbit. Dan Anda. Akan. Menjadi. Pemimpin. Karbitan!

Hore,
Hari baru!
Dadang Kadarusman

Catatan kaki:
Untuk bisa dikarbit, buah tomat mentah harus memiliki standard kematangan tertentu. Dan untuk bisa dikarbit, kita harus memiliki standard kualitas pribadi tertentu. Jika tidak, proses pengkarbitan tidak akan bisa menjadikan kita pemimpin yang matang.

Copyright2008@Dadang Kadarusman

2 komentar:

Bunda Inda mengatakan...

Banyak dari artikel Kang Dadang yang membuat saya terkesima, asyik membaca isinya. Sederhana, tapi mengena. Artikel ini adalah salah satu yang membuat saya terkesima juga. Saya pernah diskusikan mengenai "si tomat" ini dengan suami. Boleh tidak saya share ini ke e-mail suami?
Terima kasih sebelumnya

Admin mengatakan...

Hi Ibu Sandra, terimakasih. Silakan Bu, you are free to do so.
salam,
dadang