Minggu, 20 Juli 2008

Sejauh Mana Seorang Motivator Bisa Menolong Anda?

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Ada sebuah fenomena menarik dalam dunia perseminaran. Terutama seminar-seminar motivasi. Para motivator hebat berusaha keras mencurahkan segenap kemampuannya dalam memotivasi perserta. Dan tentu saja, begitu banyak yang termotivasi sehingga sering terjadi keriuhan luar biasa didalam ruangan seminar itu. Semakin lihai sang pembicara membawakan materi trainingnya, semakin terbakarlah semangat mereka. Dan disore hari, seminar itu pun berakhir. Keesokan paginya semangat itu masih ada dalam dada para peserta. Seminggu berikutnya, masih cukup banyak yang tersisa. Waktu sebulan berjalan, masih lumayan. Sekuartal berlalu, sudah sebagian besar yang tanggal. Padahal. Bukankah tujuan membayar dan mengikuti seminar itu adalah untuk menjadikan diri kita lebih handal? Tapi, apakah itu mungkin jika semua pelajaran dan semangat yang didapat menguap secepat kilat?

Ada banyak bukti bahwa seminar motivasi sering tidak meninggalkan bekas yang berarti. Meskipun perusahaan sudah mengeluarkan uang banyak, namun para karyawan yang dikirim ke seminar itu tidak menunjukkan perubahan yang signifikan kecuali untuk jangka waktu yang singkat saja. Perilaku dan sikap mereka kembali ‘normal’ tak lama kemudian. Mungkin memang benar, bahwa ada begitu banyak faktor penyebabnya. Tidak perlu dipungkiri bahwa kualitas dan teknik yang digunakan oleh para motivator merupakan salah satunya. Faktor kedua adalah, dukungan lingkungan perusahaan itu sendiri. Seseorang yang saya kenal dengan sangat dekat berkata:”Gue sudah diikutkan training yang canggih-canggih. Tapi begitu gue presentasikan proposal program kepada para boss, eeeh, mereka malah mengatakan bahwa this company doesn’t need such sophisticated project….” Orang ini sudah terbang ke berbagai negara, menempa diri nyaris tanpa henti, dan belajar dari cukup banyak profesor. Tetapi, perusahaan tidak memiliki lahan yang cukup subur untuk memungkinkan benih-benih inovasi hasil dari proses belajarnya tumbuh optimal.

Faktor ketiga tentu saja ada disisi karyawan atau peserta training itu sendiri. Saya sering bertanya-tanya; apa yang menyebabkan seorang karyawan dan peserta training seperti kita ini hanya sanggup mengingat dan menyerap semangat dalam rentang saat yang teramat singkat? Begitu banyak orang yang percaya bahwa semuanya itu bermuara kepada sesuatu yang disebut sebagai ‘follow up’. Oleh karena itu, tidak terlampau mengejutkan jika saat ini banyak lembaga training, motivator dan trainer yang menawarkan program follow up pasca seminarnya. Dan perusahaan yang percaya bahwa follow up itu penting, bersedia membayar program tambahan itu dengan harapan bahwa para karyawan bisa benar-benar menuangkan apa yang dipelajarinya didalam karya nyata kehidupan kerjanya sehari-hari. Lalu, apakah usaha itu membuahkan hasil? Masih harus kita kaji lebih lanjut. Mengapa? Karena, segera setelah program follow up tiga bulan, enam bulan, atau satu tahun itu berakhir, maka nyaris berakhir pulalah bekas yang ditimbulkannya.

Menurut seorang teman, memang sudah hukumnya begitu; pelajaran yang didapat dari sebuah seminar hanya bakal nyantol sekilas, laksana mobil yang melintas dijalan tol. “Lagipula, yang pantas memikirkan hal begituan itu ya para motivator dan perusahaan,” katanya. “Bukan karyawan seperti kita-kita ini.”

Memang, ini bukan tempat yang tepat untuk membahas faktor pertama, karena adalah diluar jangkauan kita untuk mengomentari para motivator. Sebab, setiap motivator memiliki gaya, teknik, dan kemampuan tersendiri. Meskipun tak jarang yang meniru orang lain, namun keunikannya sebagai individu cukup menjadi bekal bahwa setiap motivator itu juga unik. Juga, bukan wewenang kita mencampuri kebijakan perusahaan yang tidak sungguh-sungguh menyiapkan ruang dan kesempatan tempat tumbuhnya gagasan-gagasan dan sistem nilai baru yang dibawa karyawannya sebagai oleh-oleh. Tapi barangkali, sebagai teman seperjalanan dalam proses bertumbuh dan berkembang ini, kita bisa saling berbagi dalam menemukan jalan terbaik untuk mengoptimalkan proses belajar kita selama ini. Supaya benar-benar ada manfaat nyata bagi kehidupan kita.

Suatu waktu, istri saya mengatakan; “Kamu terlalu banyak berpikir, chayank.” Ketika itu saya masih terperangkap dihadapan layar monitor lap top, sedangkan dia sudah siap dengan perlengkapan fitness-nya. “Sekarang ikut aku ke fitness center,” katanya. Dan seperti kerbau dungu yang dicocok hidungnya, saya menurut saja. Karena memang sudah sangat lama kegiatan olah raga saya tidak lagi teratur, meskipun sangat menikmatinya. Itu bisa menjadi alternatif hiburan lain selain cream-bath di bioskop dan nonton di salon. Aih, terbalik ya? Cream-bath di salon dan nonton di bioskop. Wah, boleh juga tuch kalau membuka salon yang menyediakan personal LCD untuk memutar film box office saat menjalani cream-bath, dan didalamnya dilengkapi fasilitas fitness. (Ting…!)

Saya hendak berpindah ke area treadmills saat mata saya menempel di permukaan sebuah dinding. Ada dua buah kalimat yang sangat menarik tertulis disitu. Sungguh, saya tidak pernah merasa bosan untuk menikmati sensasi yang ditimbulkan kedua kalimat itu. Setiap kali saya datang dan membacanya, selalu ada semangat baru yang tumbuh didalam diri saya. Jadi, tidak peduli berapa kali saya melihatnya, saya tidak pernah merasa bosan membacanya. Dan kalimat itu berbunyi; ‘Motivation is what gets you started’. Untuk memulai melakukan hal besar, kita membutuhkan sesuatu yang memotivasi. Masalahnya, sebuah proyek besar atau perubahan perilaku tidak hanya bisa diselesaikan dengan sekedar memulainya. Melainkan dengan menjalaninya secara konsisten, hingga tujuan kita tercapai. Dan sepertinya kita sudah tahu bahwa para motivator disetiap seminar hanya bisa mengantarkan anda kepada tahap memulai. Jadi, tidak heran kalau begitu banyak orang yang menggebu-gebu saat keluar dari ruang seminar, dan melempem lagi di keesokan harinya.

Orang-orang antusias mempunyai trik tersendiri, yaitu; terus mengejar kemanapun dan dimanapun sang motivator menyelenggarakan seminarnya. Dengan cara itu, mereka bisa mempertahankan motivasinya agar tetap tinggi. Masalahnya, jika waktu kita dihabiskan untuk membuntuti dan mendengar mereka bicara, kapan kita bertindaknya? Lagipula, apakah kita akan terus-menerus bergantung pada sang motivator? Jika uang anda tidak cukup untuk membayar ongkos seminarnya, apakah anda masih bisa mengikuti sesi-sesinya?

Selain itu, kita perlu menerima kenyataan bahwa motivator juga manusia. Ada kalanya mereka salah. Kadang mereka terlalu sibuk untuk menerima telepon penuh rasa ingin tahu anda. Atau sekedar menjawab email anda. Jika demikian, bukankah perjalanan kita menuju pertumbuhan bisa terancam? Jadi, adakah alternatif lain selain yang itu? Tentu saja ada! Tahukah anda, bagaimana caranya? Cari motivator lain yang tidak akan pernah menomor duakan anda. Yang tidak peduli apakah saat itu anda memiliki uang atau tidak. Yang bersedia mendengarkan apapun keluhan anda. Dan yang selamanya ada disisi anda. Emangnya ada motivator seperti itu? Sebelum saya menjawabnya; maukah anda menyebut motivator yang seperti itu – jika ada – sebagai motivator sejati kelas wahid? Ya, anda tentu setuju bahwa motivator yang macam itulah yang pantas mendapatkan gelar bergengsi itu. Sebab, hanya dia yang bersedia melakukan segalanya untuk anda.

Apa tadi pertanyaan anda? ‘Emangnya ada motivator seperti itu?’ Saya bilang; ADA! Percayalah. This kind of motivator really exists here on the earth! Tahukah anda siapa dia? Dia adalah orang yang paling dekat dengan anda. Pacar? Bukan. Istri? Bukan. Anak-anak anda? Juga bukan. Jadi siapa? Anda benar; ‘diri anda sendiri’. Jika anda mampu menjadikan diri sendiri sebagai motivator utama dalam hidup anda, maka anda sudah mendapatkan the true motivational source. Dan. Itulah. Yang biasa. Kita sebut. Sebagai. Internal motivation.

Selama diri anda ada, maka selama itu pula anda termotivasi. Selama itu juga anda bersedia meneruskan perjalanan untuk bertumbuh kembang. Dan, tepat disaat anda secara konsisten mampu menjalaninya, semua berubah menjadi sebuah kebiasaan. Dan, tepat disaat sesuatu menjadi kebiasaan, anda mulai merasakan segalanya berjalan secara otomatis. Tanpa paksaan. Tanpa keharusan. Tanpa perlu energi fisikal dan emosional yang besar. Persis seperti bunyi selanjutnya dari kalimat yang tertulis didinding fitness center itu, bahwa: ‘Habit is what keeps you going’. Mengapa? Karena anda, baru saja mencapai sebuah tatanan baru yang disebut sebagai unconscious competence. Dan itulah saat dimana anda secara sempurna berhasil mengadopsi suatu perilaku, atau keterampilan baru.

Lima juta tahun yang akan datang, kita semua akan menjadi fosil. Seorang arkeolog dijaman itu menemukan puing-puing bangunan fitness center itu. Dan didinding bangunan itu, mereka menemukan sebuah tulisan kuno. Dan. Ketika diterjemahkan, tulisan itu berbunyi; ‘Motivation is what gets you started. Habit is what keeps you going’. Motivasilah yang mampu mendorong anda untuk memulai sesuatu. Sedangkan kebiasaan menjadikan anda untuk terus bertahan dijalur itu, hingga anda sampai kepada tujuan hidup yang ingin anda wujudkan. Dalam setiap seminar tentang arkeology dan antropology yang diselenggarakannya; sang arkeolog selalu menyampaikan pesan dididing fitness center kuno itu. Sebab, dia percaya bahwa; jika anda berhasil menjadikan diri anda sendiri sebagai motivator pribadi. Dan anda berhasil membangun kebiasaan-kebiasaan positif yang bisa menjamin anda terus bertahan dalam setiap perjuangan hidup. Maka. Anda benar-benar telah menjadi. Manusia modern. Yang sangat handal.

Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://dkadarusman.blogspot.com/
http://www.dadangkadarusman.com/

Catatan Kaki:
Tidak ada motivator yang lebih baik dari diri anda sendiri. Hanya saja, anda sering tidak mendengar nasihat-nasihatnya.