Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.
Anda tentu masih ingat tentang frase ‘tidak tahu terimakasih’. Sebuah sebutan yang biasa kita gunakan untuk menggambarkan mereka yang melupakan orang-orang yang telah berjasa kepadanya. Tentu, ini bukan karena mereka tidak tahu bahwa seharusnya mereka berterimakasih, tapi; egonya terlampau besar untuk bisa mengakui hal itu. Lagi pula, mengapa harus berterimakasih jika hal itu justru akan menunjukkan seolah-olah kerberhasilan yang selama ini kita raih itu bukan dari hasil usaha kita sendiri. Padahal, sesungguhnya yang namanya ‘hasil usaha sendiri’ itu tidak ada. Hanya gara-gara anda membeli sendiri sayur ke pasar. Lalu mencuci. Dan kemudian memasaknya hingga matang. Anda tidak bisa serta merta menganggap bahwa anda menyediakan makanan itu sendiri. Memangnya, siapa yang bersedia belumur lumpur untuk menanam benih sayuran itu ketika masih berupa biji-bijian. Siapa yang bersedia membebani pundaknya membawa sayuran itu dari tengah sawah menuju kepasar didekat rumah? Dan siapa yang sudah memeras keringat memasangkan saluran air untuk mencucinya dipancuran keran air rumah kita?
Seorang sahabat bercerita tentang temannya dimasa lalu. Disaat segalanya masih serba alakardarnya, konon dialah yang memberikan bantuan ini dan itu kepada sang sahabat. Bahkan, ketika sahabatnya tidak memiliki sedikitpun makanan untuk disantap; dialah yang bersedia berbagi bekal untuk dinikmati bersama-sama. Ketika sahabatnya tengah sakit, dialah yang membawanya kedokter dan membelikan obat. Bertahun-tahun kemudian, sahabatnya sudah menjadi orang sukses. Jauh lebih sukses dari dirinya. Ketika baru-baru ini mereka kembali saling jumpa, segalanya sudah sangat berbeda. Kejadiannya agak kurang menyenangkan sehingga dia berkata dalam hatinya;’haruskah aku mengingatkannya tentang kebaikan-kebaikanku dimasa lalu?” Saya bertanya; ‘untuk apa?’ Dia berkata;”Untuk mengingatkan bahwa dia tidak akan pernah jadi orang kalau dulu tidak ada yang menolongnya!” Matanya melotot; “Dan itu adalah AKU!” lanjutnya.
Semakin kita menyadari bahwa kita ini tidak bisa hidup sendiri, selayaknya semakin kita sadari bahwa diluar diri kita, begitu banyak peran yang dimainkan oleh orang lain. Ada peran orang lain dalam sukses kita. Ada peran orang lain dalam sehat kita. Ada peran orang lain, dalam segala kenikmatan hidup kita. Tapi, kadang kita lupa akan semuanya itu. Kita masih suka mengira bahwa meskipun kita ini mahluk sosial. Mahluk yang hanya bisa meraih kesempurnaan hidup jika dan hanya jika berinteraksi dan saling mengisi dengan orang lain. Namun, kita suka berkata;”ini adalah hasil kerja keras dan jerih payah gue!” Kita lupa, bahwa ada kontribusi orang lain ketika ’sang gue’ bekerja keras dan berjerih payah. Seorang atasan yang sukses, lupa bahwa kesuksesannya sangat ditentukan oleh kontribusi para bawahan. Seorang bawahan yang sukses, berkata; ”Lihatlah, tanpa atasan gue, gue bisa berhasil juga.” Kita, kadang-kadang mengingkari kemahluksosialan kita sendiri.
Kata terimakasih memiliki dimensi vertical, juga horizontal. Secara horizontal, dia merupakan mantra yang paling ampuh untuk menarik energi positif mendekat kearah kita. Ketika kita mengucapkan terimakasih kepada orang yang telah berbuat kebaikan kepada kita misalnya; maka energi yang keluar dari kata terimakasih itu memberikan vibrasi positif yang membangkitkan kenikmatan disekujur tubuh orang yang ditujunya. Tepat disaat mendengar ucapan terimakasih dari kita; dia merasa bahagia. Dan perasaan bahagia itu menghubungkannya dengan penemuan bahwa; ternyata berbuat baik kepada orang lain itu rasanya membahagiakan.
Itulah sebabnya mengapa orang yang telah berbuat kebaikan secara tulus. Lalu, diberi ucapan terimakasih secara tulus pula cenderung untuk melakukan kebaikan yang lebih banyak. Dan hal ini merupakan satu pertanda lain bahwa kebaikan itu menimbulkan ketagihan. Artinya, orang-orang yang sudah merasakan betapa indahnya berbuat kebajikan cenderung untuk mencari keindahan lain dengan cara berbuat kebajikan lain. Semakin indah. Semakin nikmat. Semakin bersemangat. Sehingga, kebaikan terus meluncur dari jemari tangannya. Laksana mata air yang tidak pernah kering.
Jika kita ingat bahwa Tuhan memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik, maka pastilah kita ingat pula bahwa semakin banyak kita berbuat baik, semakin banyak pula pahala yang Tuhan berikan. Jadi, jika kita semakin bersemangat untuk berbuat kebaikan karena orang berterimakasih pada kita, sesungguhnya yang diuntungkan adalah kita. Sebab, dengan ucapan terimakasih orang itulah kita akhirnya berbuat kebaikan lain. Dan mendapatkan pahala lain dari Tuhan. Jadi, jika kita yang untung gara-gara termotivasi oleh orang yang mengucap terimakasih kepada kita; siapa sesungguhnya yang paling berjasa diantara kita? Siapa yang paling pantas untuk berucap terimakasih? Mereka yang yang kita tolong? Ataukah kita yang menjadi semakin terdorong? Jangan-jangan, kitalah yang harus berterimakasih itu….
Secara vertical, kata terimakasih memiliki makna yang khusus pula. Lagipula, bukankah memang sudah sepantasnya kita berterimakasih kepada Tuhan? Sebab tidak ada satupun peristiwa yang terkait dengan kita tanpa campur tangan Tuhan. Telinga kita, mata kita, tangan kita, jiwa, bahkan hidup kita seluruhnya adalah bukti nyata bahwa terimakasih kita kepada Tuhan bisa menjadi tiada berbatas. Makanya, pantaslah jika Dia berkata: “Jika engkau menghitung-hitung nikmatku, maka pastilah engkau tidak bisa menghitungnya.” Sampai disini, kalimat itu masih tidak bisa dibantah. Sebab, memang nikmat Tuhan itu begitu melimpah. Sehingga kita tidak mungkin menghitung dan menginventarisirnya satu demi satu. Dan konon, Tuhan juga mengatakan bahwa; “Sesungguhnya, jika kamu bersyukur; maka Aku akan menambahkan kenikmatan yang disyukuri itu berkali-kali lipat.....”
Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://dkadarusman.blogspot.com/
http://www.dadangkadarusman.com/
Catatan Kaki:
Kadang kita mengharapkan orang lain mengucapkan terimakasih kepada kebaikan-kebaikan yang kita lakukan untuk mereka. Namun, kita sering lupa bahwa kitalah yang sesungguhnya harus berterimakasih atas kesediaan mereka menerima apa yang kita lakukan untuk mereka.
Minggu, 24 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
tetap semangat pak!
dan salam kenal!
Ibu Martha. Salam kenal, dan tetap semangat!
Posting Komentar